Ilustrasi kekerasan dan penganiayaan anak didik dilingkup sekolah. (Istimewa) |
Akibatnya korban mengalami luka lebam yang serius pada bagian bokong (pantat). Murid perempuan yang dianiaya itu merupakan siswi kelas XI berusia 17 tahun.
Dugaan kekerasan dan penganiayan ini terjadi dihalaman sekolah di Jalan Koko Buas No. 01 Desa Bajo, Kecamatan Kayoa, Halmahera Selatan, pada Senin pagi, 20 Januari 2025 pasca kegiatan upacara.
Saat ini korban menjerit kesakitan karena luka lebam yang dideritanya. Ia terpaksa tidur dengan posisi tengkurap.
Korban kepada media ini mencerikan, ia diduga dianiaya oleh Kepsek dengan cara memukul bokongnya memakai sepotong kayu.
"Saya dipukul Kepsek pakai kayu sangat kuat," tuturnya saat dihubungi, Selasa, 21 Januari 2025.1
Mirisnya kata korban, usai di pukuli, Kepsek menyuruh 15 siswa-siswi ikut memukuli korban dibagian bokong dengan kayu yang sama secara bergilir. Kepsek memerintahkan setiap siswa memukuli korban masing-masing sebanyak 5 kali.
"Setelah Kepsek pukul saya, dia juga suruh siswa-siswa pukul pake kayu yang sama. Saya hitung-hitung siswa yang pukul itu 15 orang," katanya.
Korban bilang, ia mendapat dugaan kekerasan dan penganiayaan karena tidak masuk sekolah dalam beberapa waktu.
"Saya juga sudah memberikan alasan kepana saya tidak sekolah," tandasnya.
Tak terima dengan perlakuan Kepsek, keluarga korban akan melaporkan kasus ini ke Polsek Kayoa pada Rabu besok, 23 Januari 2025.
Hingga berita dipublis, Kepsek SMK Negeri 4 Halmahera Selatan, Maluku Utara, dalam upaya konfirmasi wartawan.
Ancaman Hukum Bagi Guru yang Aniayah Siswa
Dikutib dari hukumonline.com, keberadaan siswa di sekolah dilindungi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 54 ayat (1) UU 35/2014 menyatakan, Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
Kemudian ayat (2) menyatakan, Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat.
Selain itu, Pasal 76C UU No.35 Tahun 2014 juga secara tegas mengatur setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Pasal 80 UU 35/2014 mengatur mengenai pemberian sanksi bagi yang melanggarnya.
Pasal 80 ayat (1) menyatakan, Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Ayat (2) menyatakan, dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Ayat (3) menyatakan, dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Sedangkan ayat (4) menyatakan, pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
Di samping itu, ada pula Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, yang menyatakan tindak kekerasan yang dilakukan di lingkungan sekolah maupun antar sekolah, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta didik.
Pasal 11 dan Pasal 12 Permendikbud 82/2015 menyebutkan sanksi terhadap oknum pelaku tindak kekerasan dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai tingkatan dan/atau akibat tindak kekerasan.*
====
Penulis: Tim
Editor : Redaksi