Tangapan layar pesan WhatsApp yang diduga di kirim oleh Calon Wakil Walikota Tidore nomor urut 2 Adam Dano Djafar kepada koleganya. |
TIDORE - Rumor tentang adanya dukungan lembaga negara untuk memenangkan pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan nomor urut 2, Syamsul Rizal Hasdy dan Adam Do Djafar (SAMADA) mulai terkuak.
Kali ini, informasi adanya dukungan dari lembaga negara untuk memenangkan paslon SAMADA diduga disampaikan langsung oleh Calon Wakil Wali Kota nomor urut 2, Adam Dano Djafar kepada koleganya melalui pesan WhatsApp. Tangapan layar potongan percakapan itu pun tersebar di media sosial.
Dalam isi percakapan via WhatsApp tersebut, Adam Dano Djafar diduga mengatakan paslon SAMADA terlalu kuat karena didukung oleh partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan mendapatkan suntikan dana Rp. 20 miliar. Bahkan seluruh perangkat negara diturunkan untuk mengawasi jalannya Pilkada. Sehingga kepala desa yang bekerja untuk Erik (sapaan calon walikota nomor urut 1) dapat dilumpuhkan demi kemenangan SAMADA.
Menanggapi isi pesan WhatsApp tersebut, Sanusi Taran, salah satu anggota tim hukum Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan nomor urut 1, Muhammad Sinen dan Ahmad Laiman (MASI AMAN) itu mengatakan, jika informasi tersebut benar adanya maka sangat disayangkan.
"Sebab sebagai salah satu bakal calon yang akan berkontestasi di dalam pemilihan kepala daerah, seyogyanya mereka harus mampu membangun narasi-narasi dan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat, serta memberikan contoh dan keteladanan yang positif sebagai seorang calon pemimpin agar nantinya dapat dipilih oleh masyarakat," ujar Sanusi di Tidore, 4 Oktober 2024.
Sanusi Taran |
Menurutnya, pesta demokrasi itu harusnya diramaikan dengan gagasan, visi, misi, dan pengenalan rekam jejak dari masing-masing bakal calon yang telah dilakukan.
"Bukan malah membangun narasi sesat yang dapat merusak sistem demokrasi yang telah kita bangun selama ini. Biarkanlah masyarakat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan pemimpin secara langsung, bebas, dan rahasia tanpa intervensi dari pihak manapun,” kata Sanusi.
Sanusi juga menyoroti terkait isu dugaan pelibatan Polri dan TNI dalam politik praktis. Menurutnya hal tersebut tidak dibenarkan menurut hukum. Hal ini kata dia, jelas ditegaskan dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. Kemudian untuk TNI, tertuang dalam Pasal 39 UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, menyatakan prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan menjadi anggota partai politik dan kegiatan politik praktis.
Dari kedua ketentuan tersebut, Sanusi bilang, menekankan bahwa maksud dari tidak dapat terlibatnya dalam kegiatan politik praktis adalah, aparat Polri dan TNI hanya mengikuti politik negara.
"Artinya, mereka hanya dapat tunduk dan patuh pada setiap kebijakan dan keputusan politik yang telah dibuat oleh Presiden dengan melalui mekanisme ketatanegaraan yaitu sistem hukum,” tandasnya.*
====
Penulis: Aidar Salasa
Editor : Rustam Gawa