Lagi-lagi Oknum Polisi di Malut Intimidasi Wartawan, AJI dan PWI Bersikap

Sebarkan:
Oknum polisi diduga menghalangi wartawan saat melakukan peliputan di PN Ternate. (Aks) 
TERNATE - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ternate mengecam tindakan premanisme oknum anggota Ditpolairud Polda Maluku Utara (Malut) yang menghalang-halangi kerja wartawan saat melakukan peliputan di Pengadilan Negeri Ternate, Kamis (25/7).

Bukan hanya menghalangi wartawan saat meliput, oknum polisi berpakaian preman itu juga terlihat hendak memukuli wartawan saat mengambil dokumentasi foto terhadap saksi Eliya Bachmid.

Aksi premanisme oknum anggota polisi yang bertugas di Polda Maluku Utara terhadap jurnalis ini sudah terjadi berulang kali. Sebelumnya di tahun 2020, oknum polisi juga melakukan hal sama kepada jurnalis saat melakukan peliputan pada demo penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang berlangsung di kantor Wali Kota Ternate.

Atas kejadian ini, AJI Kota Ternate menyatakan sikap: Pertama, Indonesia merupakan negara Demokrasi yang menjamin kemerdekaan pers sebagaimana dengan amanat Pasal 28f UUD 1945 dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 2 UU Pers menyatakan Kemerdekaan Pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Tindakan penghalangan kerja jurnalistik jelas-jelas bertentangan dengan semangat demokrasi dan kemerdekaan pers.

Kedua, tindakan para petugas keamanan dan pejabat Indonesia dengan mengusir serta dugaan mengintimidasi secara verbal merupakan tindakan merusak citra demokrasi Indonesia khususnya pada perlindungan dan jaminan ruang aman untuk jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Bahkan tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran UU Pers Pasal 18 ayat (1), bahwa Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

AJI Kota Ternate mengecam tindakan intimidasi dan penghalang-halangan kerja jurnalistik berupa  tidak memberikan akses untuk meliput atau mewawancarai narasumber kasus korupsi anggaran negara yang bersumber dari pajak rakyat.

Mendorong semua pihak menghormati dan memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis yang melaksanakan tugas profesinya berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Jurnalis memiliki hak dan mendapatkan perlindungan hukum dalam hal sedang menjalankan fungsi, hak, kewajiban dan perannya yang dijamin Pasal 8 UU Pers. Perlindungan hukum itu dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.

Mendesak semua pihak termasuk pemerintah berhenti menghalang-halangi dan membatasi pertanyaan jurnalis yang berujung menghambat hak publik untuk mendapat informasi terutama kasus korupsi yang terjadi di Maluku Utara.

"Mendesak Kapolda Malut mengambil langkah hukum memproses semua anggota Polisi yang terlibat dalam upaya meghalangi jurnalis saat meliput di PN Ternate," jelas Ketua AJI Kota Ternate, Ikram Salim.

Sebelumnya, beberapa wartawan yang mencoba mengambil dokumentasi saksi Eliya Bachmid dan Olivia Bachmid yang baru saja keluar dari ruang persidangan dihalangi oleh sejumlah pengawal Eliya yang didalamnya termasuk anggota Ditpolairud Polda Maluku Utara berpakaian preman.

Oknum anggota Ditpolairud ini diduga ditugaskan tidak resmi oleh Wadir Polairud yang merupakan suami dari saksi Eliya Bachmid. Bahkan ada oknum yang mencoba merampas handpone milik wartawan saat mendokumentasikan saksi hingga menyebabkan handphone milik salah satu wartawan terjatuh.

Tidak sampai disitu, saksi Eliya juga sempat menyiram air ke arah wartawan. Perlakuan Eliya dan pengawalnya ke wartawan lantas dilaporkan oleh wartawan yang tergabung dalam Komunitas Jurnalis Liputan Hukum dan Kriminal ke Polda Maluku Utara.

Sementara itu, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malut juga menyesalkan aksi premanisme oknum polisi tersebut.

“Wartawan dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum dalam hal ini UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegas Ketua PWI Maluku Utara Asri Fabanyo.

Menurutnya, apabila pemberitaan dinilai tidak berimbang, pihak yang berkeberatan harus menempuh jalur sesuai UU Pers yakni melaporkan ke Dewan Pers. Pihak yang protes juga dapat menggunakan hak jawab memberikan penjelasan atas pemberitaan yang dianggap berat sebelah.

PWI Malut mengecam segala bentuk dan upaya untuk menghalang-halangi wartawan dalam menjalankan tugasnya, dan mengharapkan hal itu tidak terjadi lagi pada masa yang akan datang

Asri juga memperingatkan bahwa setiap orang yang menghalang-halangi kerja jurnalistik dapat dikenakan sanksi kurungan 2 tahun penjara berdasarkan UU Pers.

“Orang menghalangi-halangi kerja jurnalistik UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 ada sanksinya, bisa dihukum dua tahun penjara,” tegas Asri Fabanyo, yang juga Pemred SKH Aspirasi Malut.

PWI juga mengimbau pers melakukan tugas jurnalistik dengan menerapkan kode etik jurnalistik dan UU Pers. Berita harus dibuat berimbang, akurat dan tidak beritikad buruk.

Dia menambahkan, aturan main tersebut harus dijalani agar tidak menimbulkan reaksi keras dan emosional dari pihak tertentu menyoal pemberitaan.

“PWI mengimbau agar pers dan wartawan selalu menjaga misinya sebagai pembawa dan penyuara kebenaran dan bukan menjadi alat propaganda tertentu,”tandas Asri Fabanyo. 
*(red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini